Oleh Jojo
Awal mula perkenalan saya dengan KD dari aplikasi kencan, yaitu HORNET yang sering digunakan orang berorientasi homoseksual. Di perkenalan awal, KD ingin bertemu saya dengan alasan ingin menambah teman dan mencari pasangan, sebut saja namanya Didi. Didi adalah seorang pemuda dengan usia 25 tahun yang bekerja di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan. Selama dalam perkenalan, Didi ingin melakukan kegiatan beresiko dengan saya ketika bertemu. Saat itu juga saya mulai mencoba untuk menjelaskan tentang bahaya HIV dan bagaimana cara penularannya. Dan saya menawarkan untuk mendampingi Didi melakukan tes VCT untuk mengetahui status HIV nya. Namun saat saya menawarkan itu, Didi merasa dirinya sehat dan jarang melakukan kegiatan beresiko apalagi jam kerja Didi tidak memungkinkan untuk bisa melakukan tes di Puskesmas sehingga Didi menolak untuk melakukan tes. Dengan sabar saya mencoba untuk meyakinkan Didi dan menawarkan untuk melakukan tes dengan menggunakan alat SHM yang bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Sampai akhirnya Didi bersedia untuk melakukan tes SHM dan kita menentukan hari untuk bertemu.
Tiba waktunya pertemuan pertama dengan Didi di salah satu tempat nongkrong di daerah Mojosongo. Saat pertama bertemu, kami kembali membicarakan masalah HIV dan pentingnya melakukan tes VCT. Dengan hati gelisah dan takut, Didi mencoba untuk memberanikan diri untuk melakukan tes HIV dengan alat SHM. Tanpa menunggu lama saya mengeluarkan alat SHM dan menjelaskan tahap demi tahap yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasilnya. Sambil menunggu hasil selama 20 menit, Didi sedikit bercerita tentang kehidupan dia dan pengalaman dia selama menjadi penyuka sesama. Di situ saya mencoba menerima keadaan dia dan memberi masukan positif agar Didi selalu waspada ketika bertemu atau berhubungan dengan orang.
Setelah menunggu 20 menit hasil dari SHM pun keluar dan saya menjelaskan apa hasilnya. Dengan berat hati saya mencoba menenangkan Didi karena hasilnya reaktif. Saat mendengar dan melihat hasilnya, Didi syok dan hampir mengeluarkan air mata. Saya terus memberi dukungan kepada Didi dan menerangkan langkah selanjutnya agar segera diberi tindakan. Kami kembali janjian untuk melakukan tes ulang di Puskesmas agar memastikan hasilnya di laboratorium. Akhirnya kami memutuskan untuk bertemu lagi di Puskesmas terdekat dari tempat tinggal Didi. Keesokan harinya, kami kembali bertemu di Puskesmas dan melakukan tes laboratorium ulang untuk memastikan hasil dari tes SHM semalam. Selama di Puskesmas, saya mengikuti peraturan yang ada di Puskesmas tersebut. Sampai pada akhirnya Didi disuruh masuk ke dalam ruangan untuk dibacakan hasilnya karna hasil tersebut bersifat privasi. Namun saat saya menunggu beberapa menit, dokternya keluar dan meminta saya untuk mendampingi Didi karna Didi terlihat syok dan tidak siap dengan keadaan dia. Di situ saya mencoba untuk memberi support dan menjelaskan kalau ini bukan akhir dari semuanya.
Kemudian Didi dirujuk untuk melakukan terapi ARV demi menekan pertumbuhan virus yang ada di tubuh Didi. Dokter menjelaskan fungsi dan tujuan dilakukannya terapi tersebut dan Didi mengiyakan. Tidak lupa juga Didi diperkenalkan dengan Pendamping Sebaya agar bisa dikontrol pola hidup dan diberi masukan agar selalu hidup sehat. Dari situ Didi sudah mau menerima keadaan dia dan dia bersedia mengikuti langkah yang harus dilakukan untuk menjalani hidupnya lagi.
Demikian sedikit cerita saya tentang temuan HIV positif pertama saya. Hikmah yang bisa kita dapatkan bahwa ketika berkenalan dengan orang dan melakukan hubungan harus lebih berhati-hati dan selalu menggunakan pengaman ketika melakukan hubungan seksual. Di situ pula kita belajar bahwa virus HIV bisa hidup di tubuh yang terlihat sehat. Maka dari itu kita harus rutin melakukan tes VCT jika kita merasa beresiko. Sekian dan terimakasih. 🙂